Rabu, 27 Maret 2013

Cerita Hujan


Tidak ada yang bisa menandingi kecintaan saya pada hujan. Panas seakan-akan hilang, terguyur oleh sejuknya hawa di kala hujan.

Hujan dan Bandung

Dua paduan sempurna. Menikmati hujan di Kota Bandung itu mahal buat saya. Maka jika hujan turun, saya selalu merindukan momen bersantai untuk menikmatinya. Tinggal dilengkapi dengan secangkir minuman hangat, buku bacaan, ataupun teman bicara, maka momennya menjadi sesempurna itu. Saat saya menulis ini pun cuaca sedang hujan. Tepat di hadapan saya si hujan beraksi. Saya sangat bersyukur dapat menikmati hawa dingin, suaranya, sampai wangi si tanah basahnya. Dan hal sesederhana ini pun mampu menenangkan dan menjernihkan hati.

Banyak orang meyakini dan punya padangan bahwa hujan adalah rezeki. Bahkan ada golongan tertentu yang meyakini bahwa hujan di awal tahun adalah bentuk pertanda baik sepanjang tahunnya. Bagaimana tidak? Air adalah sumber kehidupan dan Tuhan menurunkan itu untuk semua makhluk ciptaannya secara cuma-cuma! Nah lantas bagaimana ketika hujan tidaklah jadi sebuah peruntungan, bahkan sesuatu yang dihindari? 

Ceritanya Senin (25/03/13) malam lalu, saya dan teman saya diundang mengisi sesi mimbar kampus di Pikiran Rakyat FM. Tema kali itu adalah mengenai Banjir di Kota Bandung. Sebelumnya pun saya pernah ditelepon langsung untuk mengutarakan sedikit pandangan saya ketika banjir yang melanda Bandung Selatan yang lalu.

"Persoalan banjir sudah menjadi masalah dari dulu, apakah isu ini akan tetap menjadi isu yang cukup seksi untuk dibahas?"

Si penyiar melontarkan pertanyaan ini pada kami di akhir siaran. Sebenarnya tujuan pertanyaan menjurus ke isu yang akan ditawarkan oleh calon walikota Bandung, tapi saya tidak mau membahas bagian itu. Baiklah, jawabannya tentu saja iya. Hal ini sudah menjadi isu yang selalu ada tiap tahunnya. Kalau kita ketahui beberapa tahun belakangan ini, isunya juga adalah Bandung krisis air. Miris! Kenyataannya jalan-jalan protokoler di Kota Bandung ini sendiri pun seketika bisa berubah menjadi sungai dadakan, yang biasa disebut dalam istilah sunda sebagai banjir cileuncang, lalu kawasan Bandung Selatan 'hobinya' jadi danau dadakan jikalau diguyur hujan lebat. 

Dan limpahan air itu terbuang sia-sia.

Hujan yang seharusnya menjadi rezeki yang patut disyukuri, namun saat ini seolah-olah semua orang mengutuk si hujan ini. Tuhan melimpahkan hujan dan manusia selayaknya menyediakan 'wadah' yang layak sehingga bisa menikmatinya. Namun yang terjadi adalah si limpahan air lari begitu saja, atau bahkan menenggelamkan harta benda manusia. Sesuatu yang berlebihan, apalagi tidak didukung lingkungan yang mampu mengatasinya, akan jadi malapetaka.


Jadilah hujan adalah sebuah kutukan.


"Yah... hujan deh"


Begitu yang sarat di telinga saya ketika hujan datang. Hmmm... Kapan ya hujan dan manusia bisa selalu bersahabat?