Minggu, 21 Juli 2013

Debar-Debar di Angkot

Mungkin agaknya cukup berlebihan kalau saya katakan bahwa jantung saya selalu berdebar-debar di kala detik-detik angkot yang saya naiki akan melewati tempat saya berhenti.

Siap-siap. Yak... sebentar lagi... (sambil sibuk merogoh-rogoh uang kecil di saku) 

"Kiri!" teriak saya dari kursi penumpang.

Seribu lima ratus atau dua ribu ya? 

Akhirnya saya putuskan cari aman. Saya ambil lembaran dua ribuan dan saya berikan ke Mang angkot melalui si jendela tanpa kaca. Saya perhatikan lekat-lekat. Kemudian keping lima ratus rupiah berpindah tangan ke tangan saya.

Alhamdulillah, masih seribu lima ratus!

Di lain waktu, dengan sopir yang berbeda dan/atau jurusan angkot berbeda, si sopir bisa dengan ketus memandang remeh lembaran uang yang saya berikan dan menagih paksa, "Seribu lagi, Neng!"

Aah.. Naiknya sampai dua kali lipat?! Pikir saya sambil menahan kesal di dalam hati.


Fenomena ini pasti dirasakan semua pengguna angkot. Secara luasnya adalah untuk semua bentuk angkutan umum dengan tarif yang tidak pasti. Dalam hal ini saya bicara angkot, sebagai moda transportasi yang sehari-hari paling sering saya gunakan. Perasaan berdebar-debar ini pun saya rasakan manakala saya gunakan angkot ke jurusan yang tidak pernah saya lewati maupun di kota yang tidak pernah saya tinggali. 

Belajar dari pengalaman

Prinsip saya hanya itu. Dari beberapa kali menaiki sebuah angkot jurusan tertentu, saya akan semakin paham kisaran tarifnya.

Kenaikan tarif yang tidak diprediksi

Semenjak peristiwa kenaikan BBM, perasaan berdebar-debar ini semakin menjadi-jadi. Beberapa angkot menaikan tarif dengan cukup realistis, namun ada pula yang saya nilai cukup berlebihan dan membuat si sopir angkot harus bersitegang dengan beberapa penumpangnya. Saya pilih tidak cari masalah, saya ikuti saya permintaan si Mang angkot.

Ya.. hitung-hitung nambah penghasilan si sopir.

Bukan, bukan soal ketidakikhlasan saya merogoh tambahan seribu bahkan dua ribu perak untuk ongkos sehari-hari. Namun ketidakpastian tarif ini untuk semua angkutan umum di Indonesia saya rasa menjadi sebuah ketidaknyamanan yang cukup krusial untuk bepergian ke manapun, juga sangat tidak ramah bagi orang-orang baru.

Semoga kelak seluruh sopir angkutan umum di Indonesia mendapat nominal penghasilan tetap yang layak dan seluruh angkutan umumnya memiliki tarif yang pasti! Aamiin!

Positifnya, jantung saya terlatih dengan setiap rasa deg-degan sebelum membayar ongkos angkutan. Hahaha..

Kamis, 04 Juli 2013

Aksi Afirmasi, Niat Mulia Memajukan Pendidikan Papua

Ini adalah artikel singkat yang saya sebar ke teman-teman di kampus, mengenai ringkasan cerita program afirmasi Papua, di mana beberapa mahasiswa program ini di antaranya masuk dan belajar dalam lingkungan kampus saya. Semoga cukup memberi pencerahan mengenai salah satu program usaha pengembangan dan pemerataan pendidikan di Indonesia!

Mari saya mulai dengan definisi afirmasi. Afirmasi menurut KBBI:

afir·ma·si n 1 penetapan yg positif; penegasan; peneguhan; 2 pernyataan atau pengakuan yg sungguh-sungguh (di bawah ancaman hukum) oleh orang yg menolak melakukan sumpah; pengakuan

Sedangkan definisi secara filosofisnya dapat dilihat di pemaparan berikut ini.
Affirmative action means positive steps taken to increase the representation of women and minorities in areas of employment, education, and business from which they have been historically excluded. When those steps involve preferential selection—selection on the basis of race, gender, or ethnicity—affirmative action generates intense controversy. (Stanford Encyclopedia of Philosophy)

Berdasarkan definisi yang dimiliki oleh Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B), Affirmative Action adalah kebijakan yang diambil dengan tujuan agar kelompok/golongan tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara dengan kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama. Hal ini bertujuan sebagai keberpihakan terhadap terhadap Orang Asli Papua.
Secara nasional, Tahun 2012 ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat berada di peringkat 29 dan IPM Provinsi Papua menempati urutan 33 dari 33 provinsi  di Indonesia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan semua pihak untuk memberikan kesempatan dan keberpihakan kepada orang asli Papua dalam segala hal. "Memberikan peluang bagi putra-putri Papua untuk jadi pemimpin dan diutamakan dalam semua hal. Kebijakan saya itu masih berlaku dan saya minta diperbaiki lagi," hal ini disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didepan ratusan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Nusantara di Universitas Cenderawasih Jayapura, pada Senin, 22 November 2010.

Program keberpihakan bidang pendidikan merupakan amanat pasal 56 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua, yang menyatakan bahwa “Setiap penduduk berhak memperoleh pendidikan yang bermutu dengan beban masyarakat serendah-rendahnya”.

Permasalahan di Papua yang sangat kompleks dan mendasar mendorong pembuatan Peraturan Presiden yang dapat melakukan percepatan pembangunan di Papua.

Sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (P4B) dan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2011 tentang Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B) menyatakan antara lain tugas pokoknya adalah: “Memberikan dukungan kepada Presiden Republik Indonesia dalam koordinasi, sinkronisasi, fasilitasi serta pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat.” Pembentukan UP4B didasari pada kondisi objektif yang terjadi saat ini di Provinsi Papua dan Papua Barat.

UP4B merupakan suatu lembaga setingkat menteri yang tugasnya melakukan koordinasi, sinkronisasi dan fasilitasi program perencanaan pembangunan dengan Kementerian/Lembaga terkait termasuk didalamnya memfasilitasi tersedianya kuota bagi putra/putri asli Papua untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua James Modouw menyatakan, program afirmasi diprakarsai UP4B ini bertujuan mulia dalam rangka meningkatkan pendidikan di Papua yang masih tertinggal. Salah satu penyebab karena pendidikan dasar dan menengah masih berantakan, minat guru bertugas di daerah terisolasi masih rendah, sarana dan prasarana juga masih terbatas. Itulah yang menjadikan lemahnya daya saing putera-puteri Papua ketika mereka harus memasuki perguruan tinggi negeri.

Para mahasiswa asal Papua direkrut melalui kerjasama Direktur Jendral Perguruan Tinggi (PT). Jumlah peserta keseluruhan sebanyak 747 calon mahasiswa. Mereka adalah yang telah lolos dan memenuhi persyaratan. Kuota yang tersedia sebanyak 1016 kursi di perguruan tinggi negeri seluruh Indonesia dan telah mendaftar sebanyak 918 calon mahasiswa.

Mahasiswa-mahasiswa ini tersebar di 31 Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia dan difasilitasi UP4B mendapat beasiswa dari DIKTI sebesar sebesar Rp 600-800 ribu/bulan. Jatah hidup ini atas bantuan Dikti untuk biaya hidup selama enam bulan. Jumlah tersebut belum termasuk biaya kuliah selama 4 tahun yang diberikan gratis. Selanjutnya biaya hidup diharapkan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan orang tua.

Peranan dan dukungan dari pihak orang tua/ wali atau keluarga besar dari mahasiswa/i sangat dibutuhkan untuk memenuhi biaya bagi 569 orang mahasiswa yang kini sudah memulai kuliah tahun ajaran 2012/2013 dengan berbagai program studi itu sudah tersebar di 31 perguruan tinggi negeri Indonesia di luar provinsi Papua dan Papua Barat.

Institut Teknologi Bandung adalah salah satu perguruan tinggi penerima mahasiswa afirmasi Papua 2012/2013 yang pada awalnya berjumlah 15 orang. Bagaimana cerita saudara-saudara Papua kita di kampus gajah ini? Cerita selengkapnya akan disajikan pada tulisan berikutnya :)


Sumber :
http://www.up4b.go.id/